Jumat, 20 April 2012

Rahasia Sejarah, Sejarah Rahasia


Oleh Aprinus Salam

Memahami arti rahasia sejarah, mungkin tidak terlalu sulit. Paling tidak bisa dimaksudkan sebagai upaya pemahaman filosofis terhadap kerja-kerja sejarah berdasarkan teori, perspektif, dan metode-metode tertentu sehingga berbagai peristiwa yang sudah terjadi, yang terlipat oleh ruang dan waktu, yang jika tidak dikuak ia akan selalu menjadi rahasia sejarah.
Itulah sebabnya, banyak peristiwa yang pada mulanya remang-remang, gelap, tersembunyi, semakin dibongkar dengan cara-cara tertentu, semakin memperlihatkan sisi-sisi terangnya. Akan tetapi, apa dan bagaimanapun upaya pemahaman terhadap berbagai peristiwa yang pernah terjadi itu, tidak akan pernah sepenuhnya benar, kecuali dalam perspektif bagaimana peristiwa itu dipahami. Tidak ada sebuah kajian sejarah, selengkap apa pun, yang dapat mengetahui suatu peristiwa secara benar dan utuh.
Peristiwa jatuhnya Soeharto, barangkali akan selalu dikuak dalam rentang waktu yang panjang. Akan tetapi, tidak akan pernah ada sebuah kajian sejarah yang dapat membongkar peristiwa jatuhnya Soeharto secara lengkap dan paling benar, kecuali hal-hal yang dapat diketahui, yang dapat diakses dengan berbagai cara, hingga ke tingkat yang dianggap rahasia.
Demikian pula peristiwa bubarnya Majapahit hingga berdirinya kerajaan Mataram, lengsernya Soekarno, Habibie, dan Abdurrahman Wahid. Kita hanya dapat mengetahui berbagai kajian historis terjadinya pergeseran kekuasaan tersebut berdasarkan kajian-kajian tertentu, tetapi tidak tertutup kemungkinan jika kajian tersebut hanya dapat dipahami berdasarkan satu sisi kebenaran dalam dirinya saja.
Itulah sebabnya, banyak orang semakin percaya bahwa pada dasarnya sejarah adalah sebuah fiksi tersendiri. Ia tidak lebih sesuatu yang diceritakan ulang, yang dianggap berdasarkan fakta-fakta dan data-data tertentu, tetapi cerita tersebut tidak dapat membuktikan kebenarannya bila ada cerita lain yang juga dianggap berdasarkan fakta dan data yang lain. Ini pula yang membuat banyak orang lambat laun mulai percaya bahwa fiksi sebuah cerita adalah sejarah tersendiri pula. Sejarah adalah fiksi dan sebaliknya.
* * *
Hal di atas adalah sebuah cerita tentang rahasia sejarah. Pertanyaannya adalah, mengapa hal tersebut terjadi. Dalam konteks inilah kita berbenturan dengan sebuah kata, sebuah konsep, yang juga telah disebut, yakni rahasia. Rahasialah yang membuat berbagai kajian sejarah hanya bisa membenarkan dirinya sendiri. Rahasialah yang membuat kajian-kajian sejarah tidak lebih sebuah fiksi yang berdasarkan fakta dan data-data tertentu yang dapat ditemukan dalam berbagai caranya, dibaca dan dikaji ulang, direkonstruksi, dan kemudian ditulis ulang (didongengkan).
Saya membayangkan peristiwa Ken Arok menjadi raja, berdirinya kerajaan Mataram, Supersemar, peristiwa 27 Juli 1997, dan sebagainya, juga akan ditulis ulang. Untuk peristiwa masa lalu, begitu banyak dokumen-dokumen, naskah-naskah, dan catatan yang harus dibaca dan dikaji. Untuk kejadian yang lebih kontemporer, bukan saja dokumen dan catatan yang berserakan yang harus dipelajari ulang, tetapi pun begitu banyak tokoh dan para saksi yang akan diwawancarai sehingga jadilah sebuah cerita sejarah yang relatif lengkap, mungkin.
Persoalannya, pertama, dokumen atau tulisan apapun tentu tidak pernah membuktikan apapun, karena dalam banyak hal ia tidak lebih adalah sebuah teks, yang tidak bisa dijadikan patokan kebenaran. Apalagi sebuah teks tertulis itu tidak lebih suatu media yang dianggap mampu merekam, menyimpan, apa yang terkandung dalam teks itu sendiri, tidak segala sesuatu yang ada dalam benak penulis teks, bahkan tidak suasana peristiwa yang tidak mampu tertampung oleh teks, seperti bau, rasa ngeri, dan sebagainya.
Lebih parah lagi sebuah teks tertulis, tidak mampu merekam berbagai teks lain dalam berbagai benak penulis. Bahkan penulis teks itu sendiri tidak tahu apa saja yang diketahuinya, tidak tahu (atau mungkin lupa) tentang yang diketahuinya,  tidak pernah mengetahui apa yang diketahui orang lain, bahkan tidak dapat mengetahui secara pasti bahwa pada dasarnya teks telah menulis sendiri sejarahnya, dan/atau keterbatasan kata dalam menampung berbagai informasi yang diketahuinya.
Kedua, dalam soal wawancara, apakah setiap orang yang diwawancarai akan menceritakan semua hal yang diketahuinya. Pasti tidak. Kita mengira, saat ini Soeharto adalah salah satu tokoh kunci dan terpenting dalam peristiwa Supersemar, ataupun peristiwa kejatuhannya. Kita andaikan jika Soeharto bersedia diwawancarai (sayang sekarang beliau sudah uzur dan pasti pelupa). Apakah Soeharto akan menceritakan semua hal yang diketahuinya, apalagi jika itu menyangkut sesuatu yang akan merugikan citra dirinya. Pasti tidak.
Anggaplah kemudian ada tokoh-tokoh kunci lain yang dianggap paling tahu tentang itu selain Soeharto. Apakah ia juga bisa menceritakan semua yang diketahuinya, mungkin bisa. Tapi apakah ada yang bisa menjamin bahwa tokoh ini bisa menceritakan sesuatu yang diketahui Soeharto, atau apakah tokoh ini mengetahui semua yang diketahui Soeharto. Pasti tidak.
Barangkali, dari sinilah kemudian kita memutuskan bahwa sejarah adalah peristiwa empirik sejauh yang bisa diketahui dan dibuktikan. Selain itu, bukan sejarah.
* * *
Kejadian di atas mungkin dianggap yang besar-besar. Artinya, yang melibatkan kepentingan dan nasib orang banyak. Akan tetapi, itu tidak menutup kemungkinan bahwa demikian banyak peristiwa sejarah dalam kehidupan sehari-hari, jika itu tetap dianggap sejarah, sangat tertutup rapat oleh pintu-pintu rahasia.
Sejarah hubungan seks tidak resmi, misalnya, adalah kejadian sejarah (individual) yang paling banyak menyimpan rahasia. Padahal, dalam sejarahnya, kejadian yang biasanya terjadi di ruang tertutup ini, begitu banyak peristiwa berlangsung. Sejarah tentang kisah sukses seseorang, mungkin dengan KKN, dan sebagainya, akan selalu menjadi rahasia orang per orang.
Artinya, kalau boleh disimpulkan, yang paling menarik memang sejarah kejahatan. Dalam wilayah inilah rahasia paling banyak tersembunyi. Bahkan ada sebuah teori yang mengatakan bahwa sebetulnya teori-teori yang dikembangkan dalam kriminologi itu tidak cukup canggih. Hal tersebut terjadi karena data kejahatan yang dijadikan bahan kajian adalah bentuk kejahatan yang hanya bisa diketahui saja. Karena seandainya kejahatan itu canggih, maka kejahatan itu justru terselubung, tidak diketahui, tidak terdeteksi, atau minimal kejahatan yang tidak dilaporkan.
Itu artinya, sejauh ini berbagai kejahatan yang dikaji adalah kejahatan yang terpantau, dapat diketahui, yang tertangkap, yang tidak canggih. Yang tidak diketahui tentu saja sulit untuk dikaji, walau mungkin saja masih tetap dapat diperhitungkan. Itupun hanya dengan berbagai perkiraan dan prasangka. Apalagi, siapa yang dengan rela dan sepenuh hati akan menceritakan kejahatannya.
* * *
Begitu banyak hal sesungguhnya tetap rahasia. Sebuah rahasia tetaplah rahasia, tetapi bukan rahasia sejarah seperti yang telah diurai di depan. Sangat mungkin sebuah kajian sejarah mengungkap sesuatu yang selama ini dianggap rahasia. Namun, sebagai mana hakikat rahasia itu sendiri, sejarah rahasia sangat mungkin hanya berkutat di sekitar pintu-pintu masuk ke rahasia, tetapi tidak akan mampu masuk ke dalam rahasia. Artinya, sejarah rahasia adalah sebuah uraian tentang rahasia, tetapi bukan rahasia itu sendiri.
Itulah sebabnya, saya semakin yakin bahwa sebetulnya begitu banyak rahasia-rahasia dalam sejarah kita belum terungkap, dan tidak akan pernah terungkap. Dia selalu terselubung dalam setiap teks-teks. Dia selalu bersembunyi, atau bisa jadi disembunyikan, dalam syaraf-syarat ingatan para pelaku sejarah. Dan syaraf-syaraf ingatan itu akan tertelan bumi bersamaan mereka yang satu per satu juga kembali ke tanah.
Kemudian, seperti layaknya sebuah film, kita mengandaikan ada sebuah alat teknologis yang mampu merekam berbagai hal yang disimpan dalam syaraf-syaraf ingatan tersebut. Ini pun masih bermasalah. Pertama, kapan alat teknologis seperti itu bisa kita buat, artinya sebuah pengandaian tetaplah sebuah pengandaian. Kedua, berapa banyak syaraf yang harus kita rekam. Ketiga, bagaimana cara membuktikan sebuah rekaman dari syaraf-syaraf ingatan tersebut benar. * * *

Tidak ada komentar:

Posting Komentar